Senin, 10 Juni 2013

Makalah aliran mu'tazilah



MAKALAH ILMU KALAM       
ALIRAN MU’ TAZILAH
Dosen Pembimbing :
Dra.Hj.Sartiati,M.Pd,i


KATA PENGANTAR

Ilmu kalam adalah salah satu disiplin ilmu yang wajib dipelajari serta dipahami dengan sebenarnya kurangnya pehaman terhadapnya akan mengaikibatkan keruskan terhadap akidah seorang hamba kenapa tidak, ilmu kalam membicarakan sifat-sifat yang wajib, mustahil dan harus bagi allah jika seorang hamba tidak memahami kaedah ini maka ia akan mudah dipengaruhi atau diperdaya oleh syaitan atau oleh orang-orang yang sengaja ingin menghancurkan akidah kaum muslimin. Kuatnya pemahaman terhadap ilmu tauhid akan menguatkan keimanan seseorang kapada allah yang pada gilirannya akan menimbulkan rasa takut kepada allah dengan sebenarnya.mereka akan merasakan kehadiran tuhan dalam kehidupannya sehingga setiap gerak langkah mereka mereka selalu merasa diawasi oleh allah swt.
Rasa syukur kami haturkan kepada allah swt segala puji hanya miliknya tiada satupun yang dapat menanding kekuasaannya berkat hidayah dan pertolongan dialah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ALIRAN MU’TAZILAH” ini. Selesainya makalah ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa dalam memahami aliran yang berhaluan mu’tazilah yang pada gilirannya dapat membersihkan dan menguatkan akidah kepada allah. Pemakalah mengkui bahwa makalah yang ada di tangan pembaca saat ini sangat jauh dari kesempurnaan dasana sini pasti masih memerlukan perbaikan agar bisa dikatakan sebuah karya ilmiah yang benar akhirnya kritik dan saran yang membangun dari pembaca kami harapkan dan semoga makalah ini menjadi amal shaleh bagi kami pemakalah dan bagi saudara pembanca yang budiman. Amin  ….


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii  
BAB I PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang....................................................................................... 1
2.      Rumusan Masalah.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
1.      Asal-usul dan kemunculan mu’tazilah .................................................. 2
2.      Kedudukan aqal bagi mu’tazilah........................................................... 3
3.      Ushulul khamsah ................................................................................... 7
a.       At-tauhid ....................................................................................... 7
b.      Al-‘Adl ........................................................................................ 10
c.       Al-wa’dhu wal Wa’id.................................................................. 12
d.      Manzilah baina Manzilatain ......................................................... 13
e.       Amar ma’ruf Nahi Mungkar ........................................................ 13
BAB III PENUTUP
1.     Kesimpulan ......................................................................................... 14
2.     Saran ................................................................................................... 14     
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULAN
1.     Latar belakang
 Aliran mu’tazilah bermuara dari perbedaan pendapat dengan kaum khawarij dan murjiah tentang pemberian status kafir kepada pelaku dosa besar. Persoalan yang mendasar adalah masalah kafir mangkafirkan. Khawarij berkata pelaku dosa besar adalah kafir, bahkan musyrik. Menurut murjiah orang itu tetap mukmin dan dosanya di serahkan kepda tuhan, baik diampuni atau disiksa.pendapat washil bin atha’ beda lagi (pendiri mazhab mu’tazilah) lain lagi. Orang tersebut berada di antara dua tempat (manzilah baina manzilatain). Karena ajaran inilah, washil bin atha’ dan ‘amr bin ubaid memisahkan diri dari majlis gurunya Hasan Al-bisri. Berawal dari ajaran itulah dia membangun mazhabnya.

2.     Rumusan masalah
Banyaknya masalah yang di hadapi oleh kaum mu’tazilah dalam mengembangkan pahamnya maka kami akan menguraikan menurut garis besarnya saja, yaitu :
1.      Asal-usul dan kemunculan mu’tazilah
2.      Kedudukan aqal bagi mu’tazilah
3.      Ushulul khamsah
1)      At-tauhid
2)      Al-‘Adl
3)      Al-wa’dhu wa Al-wa’id
4)      Manzilah baina manzilatain
5)      Amar Ma’ruf nahi Mungkar

BAB II
PEMBAHASAN

1.     Asal-Usul Dan Kemunculan Mu’tazilah
perkataan mu’tazilah berasal dari kata I’tazala ya’tazilu yang artinya menyisihkan diri. Kaum mu’tazilah berarti kaum yang mengsingkan diri. Dan aliran ini muncul dimulai pada tahun 120 hijriyah. Ada beberapa pendapat yang menerangkan apa sebab-sebab kaum ini dinamai kaum mu’tazilah yaitu ada seorang guru di bagdad, namanya syekh hasan basri di antara muridnya ada yang bernama washil bin atha’. Pada suatu hari imam hasan menerangkan bahwa orang islam yang telah iman kepada allah dan rasul-Nya tetapi ia kebetulan mengerjakan dosa besar maka orang itu tetap muslim tatapi muslim yang durhaka.
Di akhirat nanti, kalau ia wafat sebelum taubat dari dosanya ia dimsukkan kedalam neraka untuk menerima hukuman atas perbuatan dosanya.tetapi setelah menjalakan ia dikeluarkan dari neraka dan di masukkan kedalam surga sebagai seorang mu’min dan muslim namun washil bin atha’ tidak sesuai dengan pendapat gurunya lantas membentak, lalu keluar dari majlis gurunya dan kemudian mendirikan majlis lain di suatu pojok masjid basroh dan diikui oleh seorang kawannya bernama umar bin ubed oleh karena ini maka washil bin atha’ dinamai kaum mu’tazilah Dan juga golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang melakukan dosa besar.

Selain dari pendapat diatas ada juga orang berkata bahwa sebab mereka dinamakan mu’tazilah adalah karena mereka mengasingkan diri dari masyarakat adapula yang mengatakan mereka kaum yang mangasingkan diri dari dari dunia mereka memakai pakaian yang buruk-buruk pendapa inipun sangat lemah tidak bisa di pegang karena banyak diantar mereka yang memakai pakaian yang mewah dan kaya. Namun pendapat yang lebih dekat kepada kebeneran adalah apa yang dikatakn oleh Muhammad amin dalam pengarang kitab “fajarul islam” bahwa persoalan mu’tazilah bukan saja menyisihkan diri dari majlis guru, bukan sekedar menyisihkan diri dari mayarakat, atuau tidak mau memakai pakaian yang mewah  tapi lebih mendalam dari itu. mereka menyisihkan pahamnya dan I’tiqod nya  dari paham dan I’tiqod umat  islam yang banyak.[1]
Menurut pemakalah keterangan Muhammad amin diatasa sesuai dengan apa yang terjadi pada masa sekarang dan lebih dekat dengan kebenaran sejarah, mereka telah bnyak menyumbangkan pemikiran teologi mereka kepada orang- orang yang membaca buku mereka dan yang senantiasa mengutamakan akal mereka untuk mendasarkan pendapat mereka kepada rasio, sehingga bagi orang yang telah termakan dengan pemikiran mu’tazilah ini sering berkata bahwa itu tidak masuk akal, ini tidak masuk akal dan lain sebagainya apabila berhadapan dengan maslah-masalah yang diluar jangkauan akal, kareana akal sebenarnya memiliki jangkauan tersendiri dan apabila masalah yang dihadapi di luar rung lingkup penguasaan akal maka akalpun tidak sanggup mendeteksinya walau dipaksakan sekalipun..

2.     Kedudukan Akal Bagi Mu’tazilah
Sepanjang sejarah tersebut bahwa salah satu keistimewaan bagi kaum mu’tadzilah ialah cara mereka membangun mazhab mereka, banyak menggunakan aqal dan lebih mengutamakan akal tidak mengutaamakan al-quran dan hadist nabi Muhammad saw.
Akal bagi mereka mendapat kedudukan yang tinggi disbanding al-quran dan hadis jika ditimbang akal dengan hadis Nabi maka aqal lebih berat bagi mereka, mereka lebih memuji aqal mereka sendiri ketimbang ayat-ayat suci dan hadist Nabi saw, aqal bagi kaum mu’tazilah di atas segal-galanya di atas quran dan hadist namun berbeda keadaannya dengan satu golongan yang mengutamakan al-quran dan hadist Nabi dari aqal mereka mereka menjadikan sebagai alat bantu dalam memahami quran dan hadist dan menempatkan al-quran dan hadist Nabi saw tingkat yang atas dari segalanya dalam menentukan suatu hukum syar’I apalagi terhadap perkara-perkara ghaib mereka itulah yang dikenal dengan sebutan Ahlussunnah Wal jamaah.
Sebagai contoh dari pemikiran mu’tazilah yaitu tentang isra’ mi’rajnya Nabi saw, mereka tidak mempercayai bahwa isra’ mi’raj itu ada walaupun telah ada ayat dan hadist yang saheh yang nenerangkan hal itu, karena hal itu katanya – tidak masuk akal bertentangan dengan aqal pikiran. Jika kita logikakan dengan aqal sehat hal seperti isra’ mi’raj memang tidaklah masuk aqal tapi bila yang membicarakan hal itu adalah alquraan maka tidak ada yang tidak masuk aqal jika kita benar-benar beriman kepadanya. Seperti firman Allah Swt .
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uŽó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 šÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtƒÎŽã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»tƒ#uä 4 ¼çm¯RÎ) uqèd ßìŠÏJ¡¡9$# 玍ÅÁt7ø9$# ÇÊÈ  


Artinya : Maha suci allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya  agar kami perilihatkan kepadanya sebahagian dari tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.(qs al-isra : 1)
Walaupun al-quran telah mengisahkan tentang kebenaran adanya peristiwa isra’ mi’raj ini tapi mereka tetap tidak mau menerimanya dengan alas an yang tidak ilmiah, hanya karena dengan tidak masuk akal saja susautu yang benar ditolak begitu saja.
Kehebatan aqal yang dimainkan oleh kaum mu’tazilah di dalam membangun mazhab mereka rupanya juga terdapat pengaruh dari pemikiran ahli filsapat yang masuk islam ketika islam berada masa keemasannya baik dibidang ilmu pengetahuan maupun yang lainnya dan islam pada masa bani umayah dan bani abbas telah tersebar luas dari jazirah arab sampai ke Persia,india, afganistan, khurasan, tiongkok, dan juga ke indosia.
Kebarat islam telah meluas ke seluruh afrika, kesekeliling lautan tengah, Al jazair, marokko, andalus (spanyol) maka pada masa itu banyaklah orang-orang masuk islam yang berasal dari nasrani, budha, dan juga ahli filsapat yunani penganut paham aris toteles dan plato, setelah mereka masuk islam lantas ikut membicarakan soal-soal I’tiqod, soal-soal ketuhanan dan soal-soal hukum, pada hal otak dan pemikiran mereka masih dipengaruhi oleh pemahaman-pemahaman lama yang mereka anut dulu, mereka belum banyak memahami quran dan hadist yang ada dalam hati mereka hanyalah pengetahuan agama mereka yang lama atau kepintaran-kepintaran yang berdasarkan filsapat yunani.
Setelah muncul mu’tazilah banyak di antara ahli filsapat yang masuk islam dan mengikuti paham mu’tazilah maka dalam gerakan ini akal menjadi raja, di antara mereka yang masuk islam ada yang ikhlas da nada pula yang berniat jahat, di antara mereka yang kurang baik niatnya masuk islam adalah Ibnu rawandi, Abu Isa Al warraq, Ahmad Bin haith,dan fdhal alhadis.dengan masuknya filsuf-filsuf yunani kedalam agama islam banyk sedikitnya memberikan pengaruh terhadap pemahaman agama islam mereka sendiri karena pada ketika itu masuklah kedalam islam filsapat-filsapat yunani, filsapat aristoteles dan plato. Ilmu logika yang semuanya mengangkat akal menjadi raja.
Sebagai contoh dapat dikemukakan pendapat ibnu rawandi imam kaum mu’tazilah dalam kitabnya “attaj” di dalamnya ia mempertahankan pendapatnya bahwa alam ini adala Qadim, tidak bermula adanya sama drngan kadimnya tuhan.
Dalam kitab “ azzamradah” dipertahahankannya pendapatnya bahwa, nabi-nabi risalahnya sudah habis dengan wafatnya, ia juga pernah berkata bahwa ucapan-ucapan Akstaman bin saifi lebih bagus dan lebih manis dari salah satu ayat dalam surat kawstar”.[2]
Dari uaraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa pembangunan mazhab mu’tazilah juga dipengaruhi oleh pemikir-pemikir yang sebelum tidak mengenal dan memahami islam secara betul. Maka setelah mereka masuk islam merekapun juga tertarik dengan kelompok mu’tazilah yang ideologinya didasarkan kepada rasio atau akal.
Di dalam alquran banyak terdapat ayat-ayat yang menganjurkan untuk berpikir yang menunjukkan betapa aqal itu sangat tinggi kedudukannya bagi manusia dengan aqal manusia dapat dibedakan dengan binatang yang hanya diberi nafsu dan tersalah di dalam mengunakan aqal juga bisa membuat manusia lebih rendah dari derajat binatang. namun ayat itu tidak begitu menitik beratkan agar kita menggunakan aqal sebagai alat pengukur suatu perkara terutama dalam menentukan baik dan buruk, di antara ayat itu adalah:
É#»n=ÏG÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur !$tBur tAtRr& ª!$# z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# `ÏB 5-øÍh $uŠômr'sù ÏmÎ/ uÚöF{$# y÷èt/ $pkÌEöqtB É#ƒÎŽóÇn@ur Ëx»tƒÌh9$# ×M»tƒ#uä 5Qöqs)Ïj9 tbqè=É)÷ètƒ ÇÎÈ  
Artinya : “ Dan pegantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan allah dari langit, lalu dangan air hujan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati kering,dan pada perkisaran angina terdapat tanda-tanda kebesaran allah bagi kaum yang mengerti.”
* `yJsùr& ÞOn=÷ètƒ !$yJ¯Rr& tAÌRé& y7øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ,ptø:$# ô`yJx. uqèd #yJôãr& 4 $oÿ©VÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÈ  
Artinya : “Maka apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan tuhan kepadamu adalah kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya orang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran”.
* ¨bÎ) §ŽŸ° Éb>!#ur£9$# yZÏã «!$# MÁ9$# ãNõ3ç6ø9$# šúïÏ%©!$# Ÿw tbqè=É)÷ètƒ ÇËËÈ  
Artinya : “ Sesungguhnys makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan allah ialah mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu orang-orang yang tidak mengerti.”

3.      Ushulul Khamsah ( lima ajaran pokok teologi mu’tazilah)
Dasar poko ajaran mu’tazilah terdapat dan berkisar pada lima dasar :
1.      Tauhid (ke Esaan Tuhan)
2.      Al ‘Adl (ke ‘Adilan Tuhan)
3.      Al Wa’dhu Wal Wa’id (janji baik dan janji buruk)
4.      Manzilah Baina Manzilatain (tempat di antara dua tempat)
5.      ‘Amar Ma’ruf  Nahi Mungkar

1)      Tauhid
Tauhid (peng Esakan Tuhan) merupakan prinsip utama dan inti sari dari  ajaran mu’tazilah. Sebenarnya semua mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini.[3] Tidak ada yang setuju bila tauhid mereka malah membuat orang kembali kezaman yang gelap yang penuh kesyirikan. Namun mereka berbeda dalam memberikan defenisi tauhid (mengesakan tuahan) yang disesuaikan dengan dasar dalam membangun mazhab mereka masing-masing. Mereka memiliki dalil yang ditafsirkan menurut kemampuan dan ilmu yang mereka miliki namun kajiannya tetap  merujuk tentang dzat tuhan, serta bagaimana mentafsirkan ayat-ayat atau hadist yang bersangkutan dengan tuhan dapat diterapkan dan diberlakukan sesuai dengan kehendak ma’na ayat atau hadist yang akan ditafsirkan.
Untuk memurnikan keesaan tuhan (tanzih), mu’tazilah menolak konsep tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik tuhan, dan tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Orang mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan tuhan tidak mempunyai sifat karena menurut pemikran mereka bahwa sifat tuhan melihat, mendengar, berkata-kata,mengetahui, kuasa, berkehendak, dan seterusnya dikatakannya sebagai dzat tuhan bukan sifat karena jika dikatakan sifat yang qadim maka akan ada dua yang qadim yaitu sifat dan dzat kata mereka. Nampaknya kaum mu’tadzilah ini menganggap bahwa sifat tuhan yang qaim itu menempel pada dzat tuhan yang kadim sehingga pemuka mu’tadzilah Washil bin ‘Atha’ mengatakan dalam fatwanya “Barang siapa yang mengatakan sifat yang qadim berarti telah menduakan tuhan”. Tentu kita yang pendapat mu’tadzilah ini tidak dapat diterima karena dapat membawa kesirikan.
Sifat yang berdiri pada dzat allah kata mu’tadzilah adalah dzat tuhan, bersebrangan dangan pendapat abu hudzail yang pernah berkata, “Tuhan mengetahui dangan ilmu dan ilmu itu adalah tuhan, berkuasa dengan kekuasaan dan kekuasaan itu adalah tuhan.” Dengan demikian, pengetuan dan kekuasaan tuhan adalah tuhan, yaitu dzat dan esensi tuhan, bukan sifat yang menempel pada dzat.[4]
Dalil pengesaan tuhan dari mu’tadzilah sama dengan kaum ahlussunnah wal jamaah hanya saja kaum mu’tadzilah tidak mengakui adanya sifat tuhan, dalilnya adalah:
...... ليس كمثله شيء .......(الشورى: ١١)
Jika kita lihat dari ayat di atas memang bertujuan untuk membersihkan tuhan dari sifat kekurangan dan tidak ada sesuatupun dari makhluk yang menyamai tuhan baik dari sifatnya,dzatnya,dan kuasaannya. Maka tidak dapat diterima pendapat kaum mu’tadzilah yang mengatakan tuhan tidak memiliki sifat karena banyak ayat al-quran yang menyebutkan sifat tuhan salah satunya adalah :
إن الله سميع بصير
Artinya : “ sesungguhnya allah maha mendengar lagi maha melihat”.
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# ( s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù öàÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ììÏÿxœ îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ  
Artinya :” tidak ada paksaan dalam menganut agama islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat, barang siapa yang ingkar kepada tohgut dan beriman kepada allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah maha mendengar, maha mengetahui.
وهوالعلي العظيم
Artinya :“dan dia allah maha tinggi lagi maha besar.” (al-baqarah:255)
Ayat ini menerangkan bahwa allah itu memiliki sifat, yaitu sifat As-sami’ (maha mendengar)’Alim (mengetahui) al-‘aliy, al- ‘Adzim dan Al-bashar (maha melihat). Ayat- ayat ini menunjukan bahwa tuhan mempunyai sifat yang tentunya tidak sama dengan makhluk ciptaannya.
2)      Al- ‘Adhil
Selanjutnya pokok ajaran mu’tadzilah adalah al-a’dhil. Dalam pembahasan ini ada beberapa hal yang erat kaitannya daengan keadilan ini di antaranya :
a.       Perbuatan manusia
Menurut pendapat mu’tadzilah bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaan tuhan baik secara langsung maupun tidak. Untuk membela fahamnya, aliran Mu'tazilah mengungkapkan ayat berikut:
ألذى أحسن كل شێ خلقه (السجدة : ۷)
Artinya:
"Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya". (QS. As-Sajdah: 7).
Yang dimaksud dengan ahsana pada ayat di atas, adalah semua pebuatan Tuhan adalah baik.denga demikian, perbuatan manusia bukanlah per buatan Tuhan, karena perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat. Dalil ini di kemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan mendapat balasan atas perbuatannya. Sekiranya perbuatan manusia adalah perbuatan Tuhan, balasan dari Tuhan tidak ada artinya.kata mereka.
 Jika kita amati pendapat mu’tadzilah ini Nampak lah bahwa ia menganggap bahwa perbutan tuhan itu satu dengan manusia, tidak ada beda antara perbuatan manusia dengan perbuatan tuhan. Jika kita  ikuti dari faham ini maka  bisa terjerumus kedalam paham mujassimah, tapi menurut pemakalah bahwa tuhan yang menjadikan perbuatan manusia dan manusia hanya tinggal melaksanakan apa yang telah allah taqdirkan atas perbuatannya, cobalah kita perhatikan ayat berikut:
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
Artinya : “Dan tuhan yang menjadikan kamu dan sekelian pekerjaan kamu”(As shaffat: 96)
4 ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# ( .
Artinya : “katakanlah (hai Muhammad): “sekeliannya dari tuhan” (an-nisa:78)
Dari ayat di atas jelas bahwa segala perbuatan kita allah yang menjadikannya kita hanya tinggal melaksanakan nya saja dan perbutan yang kita lakukan bukanlah perbuatan yang ada pada dzatnya, karena tidak ada satupun dari makhluk yang dapat menyamainya. Baik sifat ataupun af’al.
b.      Tuhan hanya memperbuat yang baik dan yang lebih baik saja

Imam kaum mu’tadzilah Abu Ali Al jubai memfatwakan bahwa tuhan hanya memperbuat yang baik atau yang lebih baik, yang buruk tidak sama sekali di jadikan tuhan. Kaum ahlussunnah wal jamaah malah berseberangan pendapat dengan mu’tadzilah, merka mengatakan bahwa perbuatan yang baik dan yang buruk seluruhnya diciptakan oleh allah swt. Tuhan memperbuat sekehendakNya pada mili-Nya dan tidak dapt dikatakan tuhan itu aniaya kalau ia memperbuat apa yang ia sukai pada milik-Nya dan kepunyaan-Nya. Sepanjang sejarah telah terjadi perdebatan antara imam asy’ari (imam ahlussunnah) dengan al jubai imam mu’tadzilah tentang masalah ini namun al jubai tak dapat menjawab ketika diberika soal terakhir dan diam tidak bisa menjawab.


c.       Mengutus rasul
Mengutus rasul kepada manusia merupakan kewajiban tuhan karena alasan-alasan berikut ini :
1)      Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud, kecuali dengan mengutus rasul kepada mereka
2)      Alquran secara tegas menyatakan kewajiban tuhan untuk memberikan belas kasih kepada manusia (Q.S.Ays-Syu’ara.26:29). Cara yang terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul.
Menurut pemakalah tuhan tidak ada terpaksa atau dipaksa untuk melakukan sesuatu karena dia yang memiliki seluruh apa yang ada di alam semesta ini dan ia memiliki sifat Iradah menurut jumhur ulama’ kalam karena allah pernah berfirman yang artinya “ ia memperbuat apa yang ia kehendaki” maka dengan ayat ini dapat kita katakana bahwa allah tidak terikat dengan manusia jika dikatakan allah wajib mengutus rasul bagi manusia sudah barang tentu allah akan berdosa jika seandainya tidak mengutus rasul itu dan ini mustahil bagi allah.
Allah memiliki kekuasaan mutlak yang ia bebas melakukan apapun yang ia mau karena ia kuasa atas segalanya oleh karena itu walaupun allah tidak mengutus rasul ia juga sanggup untuk mengislamkan semua ummat manusia ini, ia tidak butuh kepada rasul untuk membrikan kebaikan kepada manusia namun diutusnya para rasul bukan malaikat karena untuk memudahkan bagi manusia untuk memahami risalah yang di sampaikannya karena mereka satu golongan yaitu sama-sama dari manusia, dan juga sebagai ikutan atau teladan disetiap kehidupannya. Allah berfirman :
3)      Al wa’dhu  Wa Al-wa’id
Janji baik dan janji buruk, bagi kaum mu’tadzilah allah wajib memberi pahala kepada siapa yang berbuat baik dan dosa bagi orang yang berbuat durhaka, oleh karena itu orang yang berbuat dosa tidak diampuni lagi kalau mati dalam keadaan belum bertaubat, dan terus masuk neraka tak keluar lagi. Ini sesuai dengan janji allah menghukum yang berdosa dan memberi pahala kepada yang berbuat baik.


4)      Al manzilah baina Al-Manzilatain
Ajaran dasar selanjutnya adalah satu tempat di antara dua tempat inilah yang menyebabkan lahirnya mazhab mu’tazilah, menurut mu’tazilah orang mukmin yang melakukan dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir ia dihukumi fasik dan apabila ia meninggal dunia akan dimasukkan kedalam neraka yang terletak antara surga dan neraka, nerakanya tidak panas dan tidak pula dingin maka inilah yang di namakan menurut mereka manzilah baina manzilatain.
5)      Amar ma’ruf nahi mungkaran
Ajaran dasar yang ke lima adalah menyuruh orang berbuat baik dan melarang berbuat kemungkaran, kuatnya perhaitian mu’tazilah dalam menegakkan agama merupakan yang harus dicontoh oleh umat islam karena setiap muslim wajib baginya untuk mencegah kemungkaran apabila ia melihatnya pertama dengan tangannya jika ia mampu, jika tidak dengan lisan, jika tidak juga sanggup maka dengan hati. Ini menunjukkan bahwa setiap muslim terlibat dalam rangka amar ma’ruf nahi mungkar ini, bukan saja bagi kaum mu’tazilah. Tapi ada terdapat perbedaan amar ma’ruf nahi mungkar menurut kaum mu’tazilah, yang ma’ruf itu hanyalah menurut pendapat mereka bukan ma’ruf yang sesuai dengan al-quran dan hadist.



BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Dari pembahasan tentang aliran mu’tazilah dapat disimpulkan bahwa munculnya aliran ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain :
1)      Kesalah pahaman antara washil bin atha’ dengan gurunya
2)      Perbedaan pendapat dalam dengan khawarij dan murjiah dalam memberikan status kafir bagi pelaku dosa besar.
Ajaran dasar dalam aliran mu’tazilah
1)      At- tauhid
2)      Al-‘Adl
3)      Al-Wa’ad Wa Al-Wa’id
4)      Al-manzilah Baina Manzilatain
5)      Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

2.      Saran
Mu’tazilah merupakan salah satu aliran kalam yang banyak diperdebatkan oleh ulama akan kebenaran teologinya dan mendapat perlawan dari kaum muslim khususnya ulama salaf, oleh karena itu diharapkan kepada mahasiswa dapat menyikapi aliran ini dengan propesional dengan mengkaji dan meneliti kebenaran dan kekeliruannya sehingga tidak tersalah dalam mengambil keputusan serta menjatuhkan vonis terhadap aliran ini, baik atau tidak.



DAFTAR PUSTAKA
Abbas Siradjudin, 2010. I’tiqod Ahlussunnah Waljamaah. Jakarta : Pustaka Tarbiyah Baru.
Razak, H.Abdul, 2012. Ilmu Klam. Bandung : Pustaka Setia.




[1] K.H. Siradjuddin Abbas. I’tiqod Ahlussunnah Wal Jamaah. Pustaka Tarbiyah Baru, Jakarta,2010,hlm.191.
[2] Ibid 198

[3] Abd. Al jabar bin ahmad, syarah al-ushul al-khamzah, maktab wahhab, kairo, 1965, hlm.196.
[4]Rozak abdul, anwar rosihon, ilmu kalam, pustaka setia bandung, hlm.101

Tidak ada komentar:

Posting Komentar