MAKALAH ILMU KALAM
ALIRAN MU’ TAZILAH
Dosen Pembimbing :
Dra.Hj.Sartiati,M.Pd,i
KATA PENGANTAR
Ilmu kalam adalah salah satu disiplin ilmu yang wajib dipelajari
serta dipahami dengan sebenarnya kurangnya pehaman terhadapnya akan
mengaikibatkan keruskan terhadap akidah seorang hamba kenapa tidak, ilmu kalam
membicarakan sifat-sifat yang wajib, mustahil dan harus bagi allah jika seorang
hamba tidak memahami kaedah ini maka ia akan mudah dipengaruhi atau diperdaya
oleh syaitan atau oleh orang-orang yang sengaja ingin menghancurkan akidah kaum
muslimin. Kuatnya pemahaman terhadap ilmu tauhid akan menguatkan keimanan
seseorang kapada allah yang pada gilirannya akan menimbulkan rasa takut kepada
allah dengan sebenarnya.mereka akan merasakan kehadiran tuhan dalam
kehidupannya sehingga setiap gerak langkah mereka mereka selalu merasa diawasi
oleh allah swt.
Rasa syukur kami haturkan kepada allah swt segala puji hanya
miliknya tiada satupun yang dapat menanding kekuasaannya berkat hidayah dan
pertolongan dialah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ALIRAN MU’TAZILAH”
ini. Selesainya makalah ini diharapkan dapat membantu para mahasiswa dalam
memahami aliran yang berhaluan mu’tazilah yang pada gilirannya dapat
membersihkan dan menguatkan akidah kepada allah. Pemakalah mengkui bahwa
makalah yang ada di tangan pembaca saat ini sangat jauh dari kesempurnaan dasana
sini pasti masih memerlukan perbaikan agar bisa dikatakan sebuah karya ilmiah
yang benar akhirnya kritik dan saran yang membangun dari pembaca kami harapkan
dan semoga makalah ini menjadi amal shaleh bagi kami pemakalah dan bagi saudara
pembanca yang budiman. Amin ….
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang....................................................................................... 1
2.
Rumusan
Masalah.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
1.
Asal-usul
dan kemunculan mu’tazilah .................................................. 2
2.
Kedudukan
aqal bagi mu’tazilah........................................................... 3
3.
Ushulul
khamsah ................................................................................... 7
a.
At-tauhid
....................................................................................... 7
b.
Al-‘Adl
........................................................................................ 10
c.
Al-wa’dhu
wal Wa’id.................................................................. 12
d.
Manzilah
baina Manzilatain ......................................................... 13
e.
Amar
ma’ruf Nahi Mungkar ........................................................ 13
BAB III PENUTUP
1.
Kesimpulan
......................................................................................... 14
2.
Saran
................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULAN
1.
Latar belakang
Aliran mu’tazilah bermuara
dari perbedaan pendapat dengan kaum khawarij dan murjiah tentang pemberian
status kafir kepada pelaku dosa besar. Persoalan yang mendasar adalah masalah
kafir mangkafirkan. Khawarij berkata pelaku dosa besar adalah kafir, bahkan
musyrik. Menurut murjiah orang itu tetap mukmin dan dosanya di serahkan kepda
tuhan, baik diampuni atau disiksa.pendapat washil bin atha’ beda lagi (pendiri
mazhab mu’tazilah) lain lagi. Orang tersebut berada di antara dua tempat
(manzilah baina manzilatain). Karena ajaran inilah, washil bin atha’ dan ‘amr
bin ubaid memisahkan diri dari majlis gurunya Hasan Al-bisri. Berawal dari
ajaran itulah dia membangun mazhabnya.
2.
Rumusan masalah
Banyaknya masalah yang di hadapi oleh kaum mu’tazilah dalam
mengembangkan pahamnya maka kami akan menguraikan menurut garis besarnya saja,
yaitu :
1.
Asal-usul
dan kemunculan mu’tazilah
2.
Kedudukan
aqal bagi mu’tazilah
3.
Ushulul
khamsah
1)
At-tauhid
2)
Al-‘Adl
3)
Al-wa’dhu
wa Al-wa’id
4)
Manzilah
baina manzilatain
5)
Amar
Ma’ruf nahi Mungkar
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Asal-Usul Dan Kemunculan Mu’tazilah
perkataan
mu’tazilah berasal dari kata I’tazala ya’tazilu yang artinya menyisihkan diri.
Kaum mu’tazilah berarti kaum yang mengsingkan diri. Dan aliran ini muncul
dimulai pada tahun 120 hijriyah. Ada beberapa pendapat yang menerangkan apa
sebab-sebab kaum ini dinamai kaum mu’tazilah yaitu ada seorang guru di bagdad,
namanya syekh hasan basri di antara muridnya ada yang bernama washil bin atha’.
Pada suatu hari imam hasan menerangkan bahwa orang islam yang telah iman kepada
allah dan rasul-Nya tetapi ia kebetulan mengerjakan dosa besar maka orang itu
tetap muslim tatapi muslim yang durhaka.
Di
akhirat nanti, kalau ia wafat sebelum taubat dari dosanya ia dimsukkan kedalam
neraka untuk menerima hukuman atas perbuatan dosanya.tetapi setelah menjalakan ia
dikeluarkan dari neraka dan di masukkan kedalam surga sebagai seorang mu’min
dan muslim namun washil bin atha’ tidak sesuai dengan pendapat gurunya lantas
membentak, lalu keluar dari majlis gurunya dan kemudian mendirikan majlis lain
di suatu pojok masjid basroh dan diikui oleh seorang kawannya bernama umar bin
ubed oleh karena ini maka washil bin atha’ dinamai kaum mu’tazilah Dan juga
golongan ini muncul karena mereka berbeda pendapat dengan golongan khawarij dan
murjiah tentang pemberian status kafir kepada orang yang melakukan dosa besar.
Selain
dari pendapat diatas ada juga orang berkata bahwa sebab mereka dinamakan
mu’tazilah adalah karena mereka mengasingkan diri dari masyarakat adapula yang
mengatakan mereka kaum yang mangasingkan diri dari dari dunia mereka memakai
pakaian yang buruk-buruk pendapa inipun sangat lemah tidak bisa di pegang
karena banyak diantar mereka yang memakai pakaian yang mewah dan kaya. Namun
pendapat yang lebih dekat kepada kebeneran adalah apa yang dikatakn oleh
Muhammad amin dalam pengarang kitab “fajarul islam” bahwa persoalan mu’tazilah
bukan saja menyisihkan diri dari majlis guru, bukan sekedar menyisihkan diri
dari mayarakat, atuau tidak mau memakai pakaian yang mewah tapi lebih mendalam dari itu. mereka
menyisihkan pahamnya dan I’tiqod nya dari paham dan I’tiqod umat islam yang banyak.[1]
Menurut
pemakalah keterangan Muhammad amin diatasa sesuai dengan apa yang terjadi pada
masa sekarang dan lebih dekat dengan kebenaran sejarah, mereka telah bnyak
menyumbangkan pemikiran teologi mereka kepada orang- orang yang membaca buku
mereka dan yang senantiasa mengutamakan akal mereka untuk mendasarkan pendapat
mereka kepada rasio, sehingga bagi orang yang telah termakan dengan pemikiran
mu’tazilah ini sering berkata bahwa itu tidak masuk akal, ini tidak masuk akal
dan lain sebagainya apabila berhadapan dengan maslah-masalah yang diluar
jangkauan akal, kareana akal sebenarnya memiliki jangkauan tersendiri dan
apabila masalah yang dihadapi di luar rung lingkup penguasaan akal maka akalpun
tidak sanggup mendeteksinya walau dipaksakan sekalipun..
2.
Kedudukan Akal Bagi Mu’tazilah
Sepanjang sejarah tersebut bahwa salah satu keistimewaan bagi kaum
mu’tadzilah ialah cara mereka membangun mazhab mereka, banyak menggunakan aqal
dan lebih mengutamakan akal tidak mengutaamakan al-quran dan hadist nabi
Muhammad saw.
Akal bagi mereka mendapat kedudukan yang tinggi disbanding al-quran
dan hadis jika ditimbang akal dengan hadis Nabi maka aqal lebih berat bagi
mereka, mereka lebih memuji aqal mereka sendiri ketimbang ayat-ayat suci dan
hadist Nabi saw, aqal bagi kaum mu’tazilah di atas segal-galanya di atas quran
dan hadist namun berbeda keadaannya dengan satu golongan yang mengutamakan
al-quran dan hadist Nabi dari aqal mereka mereka menjadikan sebagai alat bantu
dalam memahami quran dan hadist dan menempatkan al-quran dan hadist Nabi saw
tingkat yang atas dari segalanya dalam menentukan suatu hukum syar’I apalagi
terhadap perkara-perkara ghaib mereka itulah yang dikenal dengan sebutan
Ahlussunnah Wal jamaah.
Sebagai contoh dari pemikiran mu’tazilah yaitu tentang isra’
mi’rajnya Nabi saw, mereka tidak mempercayai bahwa isra’ mi’raj itu ada
walaupun telah ada ayat dan hadist yang saheh yang nenerangkan hal itu, karena
hal itu katanya – tidak masuk akal bertentangan dengan aqal pikiran. Jika kita
logikakan dengan aqal sehat hal seperti isra’ mi’raj memang tidaklah masuk aqal
tapi bila yang membicarakan hal itu adalah alquraan maka tidak ada yang tidak
masuk aqal jika kita benar-benar beriman kepadanya. Seperti firman Allah Swt .
z`»ysö6ß üÏ%©!$# 3uó r& ¾ÍnÏö7yèÎ/ Wxøs9 ÆÏiB ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# n<Î) ÏÉfó¡yJø9$# $|Áø%F{$# Ï%©!$# $oYø.t»t/ ¼çms9öqym ¼çmtÎã\Ï9 ô`ÏB !$oYÏG»t#uä 4
¼çm¯RÎ) uqèd ßìÏJ¡¡9$# çÅÁt7ø9$# ÇÊÈ
Artinya : Maha suci allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi
sekelilingnya agar kami perilihatkan
kepadanya sebahagian dari tanda-tanda kebesaran kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha
mendengar lagi Maha mengetahui.(qs
al-isra : 1)
Walaupun al-quran telah mengisahkan tentang kebenaran adanya
peristiwa isra’ mi’raj ini tapi mereka tetap tidak mau menerimanya dengan alas
an yang tidak ilmiah, hanya karena dengan tidak masuk akal saja susautu yang
benar ditolak begitu saja.
Kehebatan aqal yang dimainkan oleh kaum mu’tazilah di dalam
membangun mazhab mereka rupanya juga terdapat pengaruh dari pemikiran ahli
filsapat yang masuk islam ketika islam berada masa keemasannya baik dibidang
ilmu pengetahuan maupun yang lainnya dan islam pada masa bani umayah dan bani
abbas telah tersebar luas dari jazirah arab sampai ke Persia,india, afganistan,
khurasan, tiongkok, dan juga ke indosia.
Kebarat islam telah meluas ke seluruh afrika, kesekeliling lautan
tengah, Al jazair, marokko, andalus (spanyol) maka pada masa itu banyaklah
orang-orang masuk islam yang berasal dari nasrani, budha, dan juga ahli
filsapat yunani penganut paham aris toteles dan plato, setelah mereka masuk
islam lantas ikut membicarakan soal-soal I’tiqod, soal-soal ketuhanan dan
soal-soal hukum, pada hal otak dan pemikiran mereka masih dipengaruhi oleh
pemahaman-pemahaman lama yang mereka anut dulu, mereka belum banyak memahami
quran dan hadist yang ada dalam hati mereka hanyalah pengetahuan agama mereka
yang lama atau kepintaran-kepintaran yang berdasarkan filsapat yunani.
Setelah muncul mu’tazilah banyak di antara ahli filsapat yang masuk
islam dan mengikuti paham mu’tazilah maka dalam gerakan ini akal menjadi raja,
di antara mereka yang masuk islam ada yang ikhlas da nada pula yang berniat
jahat, di antara mereka yang kurang baik niatnya masuk islam adalah Ibnu
rawandi, Abu Isa Al warraq, Ahmad Bin haith,dan fdhal alhadis.dengan masuknya
filsuf-filsuf yunani kedalam agama islam banyk sedikitnya memberikan pengaruh
terhadap pemahaman agama islam mereka sendiri karena pada ketika itu masuklah
kedalam islam filsapat-filsapat yunani, filsapat aristoteles dan plato. Ilmu
logika yang semuanya mengangkat akal menjadi raja.
Sebagai contoh dapat dikemukakan pendapat ibnu rawandi imam kaum
mu’tazilah dalam kitabnya “attaj” di dalamnya ia mempertahankan pendapatnya
bahwa alam ini adala Qadim, tidak bermula adanya sama drngan kadimnya tuhan.
Dalam kitab “ azzamradah” dipertahahankannya pendapatnya bahwa,
nabi-nabi risalahnya sudah habis dengan wafatnya, ia juga pernah berkata bahwa
ucapan-ucapan Akstaman bin saifi lebih bagus dan lebih manis dari salah satu
ayat dalam surat kawstar”.[2]
Dari uaraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa pembangunan
mazhab mu’tazilah juga dipengaruhi oleh pemikir-pemikir yang sebelum tidak
mengenal dan memahami islam secara betul. Maka setelah mereka masuk islam
merekapun juga tertarik dengan kelompok mu’tazilah yang ideologinya didasarkan
kepada rasio atau akal.
Di dalam alquran banyak terdapat ayat-ayat yang menganjurkan untuk
berpikir yang menunjukkan betapa aqal itu sangat tinggi kedudukannya bagi
manusia dengan aqal manusia dapat dibedakan dengan binatang yang hanya diberi
nafsu dan tersalah di dalam mengunakan aqal juga bisa membuat manusia lebih
rendah dari derajat binatang. namun ayat itu tidak begitu menitik beratkan agar
kita menggunakan aqal sebagai alat pengukur suatu perkara terutama dalam
menentukan baik dan buruk, di antara ayat itu adalah:
É#»n=ÏG÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur !$tBur tAtRr& ª!$# z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# `ÏB 5-øÍh $uômr'sù ÏmÎ/ uÚöF{$# y÷èt/ $pkÌEöqtB É#ÎóÇn@ur Ëx»tÌh9$# ×M»t#uä 5Qöqs)Ïj9 tbqè=É)÷èt ÇÎÈ
Artinya : “ Dan
pegantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan allah dari langit, lalu
dangan air hujan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati kering,dan pada
perkisaran angina terdapat tanda-tanda kebesaran allah bagi kaum yang
mengerti.”
* `yJsùr& ÞOn=÷èt !$yJ¯Rr& tAÌRé& y7øs9Î) `ÏB y7Îi/¢ ,ptø:$# ô`yJx. uqèd #yJôãr& 4
$oÿ©VÎ) ã©.xtGt (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÈ
Artinya : “Maka
apakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan tuhan kepadamu adalah
kebenaran, sama dengan orang yang buta? Hanya orang berakal saja yang dapat
mengambil pelajaran”.
* ¨bÎ) §° Éb>!#ur£9$# yZÏã «!$# MÁ9$# ãNõ3ç6ø9$# úïÏ%©!$# w tbqè=É)÷èt ÇËËÈ
Artinya : “ Sesungguhnys
makhluk bergerak yang bernyawa yang paling buruk dalam pandangan allah ialah
mereka yang tuli dan bisu (tidak mendengar dan memahami kebenaran) yaitu
orang-orang yang tidak mengerti.”
3.
Ushulul
Khamsah ( lima ajaran pokok teologi
mu’tazilah)
Dasar poko ajaran mu’tazilah terdapat dan berkisar pada lima dasar
:
1.
Tauhid
(ke Esaan Tuhan)
2.
Al
‘Adl (ke ‘Adilan Tuhan)
3.
Al
Wa’dhu Wal Wa’id (janji baik dan janji buruk)
4.
Manzilah
Baina Manzilatain (tempat di antara dua tempat)
5.
‘Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar
1)
Tauhid
Tauhid (peng Esakan Tuhan) merupakan prinsip utama dan inti sari
dari ajaran mu’tazilah. Sebenarnya semua
mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini.[3]
Tidak ada yang setuju bila tauhid mereka malah membuat orang kembali kezaman
yang gelap yang penuh kesyirikan. Namun mereka berbeda dalam memberikan
defenisi tauhid (mengesakan tuahan) yang disesuaikan dengan dasar dalam
membangun mazhab mereka masing-masing. Mereka memiliki dalil yang ditafsirkan
menurut kemampuan dan ilmu yang mereka miliki namun kajiannya tetap merujuk tentang dzat tuhan, serta bagaimana
mentafsirkan ayat-ayat atau hadist yang bersangkutan dengan tuhan dapat
diterapkan dan diberlakukan sesuai dengan kehendak ma’na ayat atau hadist yang
akan ditafsirkan.
Untuk memurnikan keesaan tuhan (tanzih), mu’tazilah menolak konsep
tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik tuhan, dan tuhan dapat dilihat
dengan mata kepala. Orang mu’tazilah berpendapat bahwa tuhan tuhan tidak
mempunyai sifat karena menurut pemikran mereka bahwa sifat tuhan melihat,
mendengar, berkata-kata,mengetahui, kuasa, berkehendak, dan seterusnya
dikatakannya sebagai dzat tuhan bukan sifat karena jika dikatakan sifat yang
qadim maka akan ada dua yang qadim yaitu sifat dan dzat kata mereka. Nampaknya
kaum mu’tadzilah ini menganggap bahwa sifat tuhan yang qaim itu menempel pada
dzat tuhan yang kadim sehingga pemuka mu’tadzilah Washil bin ‘Atha’ mengatakan
dalam fatwanya “Barang siapa yang mengatakan sifat yang qadim berarti telah
menduakan tuhan”. Tentu kita yang pendapat mu’tadzilah ini tidak dapat diterima
karena dapat membawa kesirikan.
Sifat yang berdiri pada dzat allah kata mu’tadzilah adalah dzat
tuhan, bersebrangan dangan pendapat abu hudzail yang pernah berkata, “Tuhan
mengetahui dangan ilmu dan ilmu itu adalah tuhan, berkuasa dengan kekuasaan dan
kekuasaan itu adalah tuhan.” Dengan demikian, pengetuan dan kekuasaan tuhan
adalah tuhan, yaitu dzat dan esensi tuhan, bukan sifat yang menempel pada dzat.[4]
Dalil pengesaan tuhan dari mu’tadzilah sama dengan kaum ahlussunnah
wal jamaah hanya saja kaum mu’tadzilah tidak mengakui adanya sifat tuhan,
dalilnya adalah:
...... ليس كمثله شيء .......(الشورى: ١١)
Jika kita lihat dari ayat di atas memang bertujuan untuk
membersihkan tuhan dari sifat kekurangan dan tidak ada sesuatupun dari makhluk
yang menyamai tuhan baik dari sifatnya,dzatnya,dan kuasaannya. Maka tidak dapat
diterima pendapat kaum mu’tadzilah yang mengatakan tuhan tidak memiliki sifat
karena banyak ayat al-quran yang menyebutkan sifat tuhan salah satunya adalah :
إن الله سميع بصير
Artinya : “ sesungguhnya allah maha mendengar lagi maha melihat”.
Iw on#tø.Î) Îû ÈûïÏe$!$# (
s% tû¨üt6¨? ßô©9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4
`yJsù öàÿõ3t ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãur «!$$Î/ Ïs)sù y7|¡ôJtGó$# Íouróãèø9$$Î/ 4s+øOâqø9$# w tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3
ª!$#ur ììÏÿx îLìÎ=tæ ÇËÎÏÈ
Artinya :” tidak
ada paksaan dalam menganut agama islam, sesungguhnya telah jelas perbedaan
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat, barang siapa yang ingkar
kepada tohgut dan beriman kepada allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh
pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah maha mendengar, maha
mengetahui.
وهوالعلي العظيم
Artinya :“dan
dia allah maha tinggi lagi maha besar.” (al-baqarah:255)
Ayat ini menerangkan bahwa allah itu memiliki sifat, yaitu sifat
As-sami’ (maha mendengar)’Alim (mengetahui) al-‘aliy, al- ‘Adzim dan Al-bashar
(maha melihat). Ayat- ayat ini menunjukan bahwa tuhan mempunyai sifat yang
tentunya tidak sama dengan makhluk ciptaannya.
2)
Al-
‘Adhil
Selanjutnya pokok ajaran mu’tadzilah adalah al-a’dhil. Dalam
pembahasan ini ada beberapa hal yang erat kaitannya daengan keadilan ini di
antaranya :
a.
Perbuatan
manusia
Menurut pendapat mu’tadzilah bahwa manusia menciptakan perbuatannya
sendiri terlepas dari kehendak dan kekuasaan tuhan baik secara langsung maupun
tidak. Untuk
membela fahamnya, aliran Mu'tazilah mengungkapkan ayat berikut:
ألذى أحسن كل
شێ خلقه (السجدة : ۷)
Artinya:
"Yang
membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya". (QS.
As-Sajdah: 7).
Yang dimaksud dengan ahsana pada ayat di atas,
adalah semua pebuatan Tuhan adalah baik.denga demikian, perbuatan manusia
bukanlah per buatan Tuhan, karena perbuatan manusia terdapat perbuatan jahat. Dalil ini di kemukakan untuk mempertegas bahwa manusia akan
mendapat balasan atas perbuatannya. Sekiranya perbuatan manusia adalah
perbuatan Tuhan, balasan dari Tuhan tidak ada artinya.kata mereka.
Jika kita amati pendapat
mu’tadzilah ini Nampak lah bahwa ia menganggap bahwa perbutan tuhan itu satu
dengan manusia, tidak ada beda antara perbuatan manusia dengan perbuatan tuhan.
Jika kita ikuti dari faham ini maka bisa terjerumus kedalam paham mujassimah,
tapi menurut pemakalah bahwa tuhan yang menjadikan perbuatan manusia dan
manusia hanya tinggal melaksanakan apa yang telah allah taqdirkan atas
perbuatannya, cobalah kita perhatikan ayat berikut:
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
Artinya : “Dan tuhan yang menjadikan kamu dan sekelian pekerjaan
kamu”(As shaffat: 96)
4
ö@è% @@ä. ô`ÏiB ÏZÏã «!$# (
.
Artinya
: “katakanlah (hai Muhammad): “sekeliannya dari tuhan” (an-nisa:78)
Dari ayat di atas jelas bahwa segala perbuatan kita allah yang
menjadikannya kita hanya tinggal melaksanakan nya saja dan perbutan yang kita
lakukan bukanlah perbuatan yang ada pada dzatnya, karena tidak ada satupun dari
makhluk yang dapat menyamainya. Baik sifat ataupun af’al.
b.
Tuhan
hanya memperbuat yang baik dan yang lebih baik saja
Imam
kaum mu’tadzilah Abu Ali Al jubai memfatwakan bahwa tuhan hanya memperbuat yang
baik atau yang lebih baik, yang buruk tidak sama sekali di jadikan tuhan. Kaum
ahlussunnah wal jamaah malah berseberangan pendapat dengan mu’tadzilah, merka
mengatakan bahwa perbuatan yang baik dan yang buruk seluruhnya diciptakan oleh
allah swt. Tuhan memperbuat sekehendakNya pada mili-Nya dan tidak dapt
dikatakan tuhan itu aniaya kalau ia memperbuat apa yang ia sukai pada milik-Nya
dan kepunyaan-Nya. Sepanjang sejarah telah terjadi perdebatan antara imam
asy’ari (imam ahlussunnah) dengan al jubai imam mu’tadzilah tentang masalah ini
namun al jubai tak dapat menjawab ketika diberika soal terakhir dan diam tidak
bisa menjawab.
c.
Mengutus
rasul
Mengutus
rasul kepada manusia merupakan kewajiban tuhan karena alasan-alasan berikut ini
:
1)
Tuhan
wajib berlaku baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud, kecuali
dengan mengutus rasul kepada mereka
2)
Alquran
secara tegas menyatakan kewajiban tuhan untuk memberikan belas kasih kepada
manusia (Q.S.Ays-Syu’ara.26:29). Cara yang terbaik untuk maksud tersebut adalah
dengan pengutusan rasul.
Menurut pemakalah tuhan tidak ada terpaksa atau dipaksa untuk
melakukan sesuatu karena dia yang memiliki seluruh apa yang ada di alam semesta
ini dan ia memiliki sifat Iradah menurut jumhur ulama’ kalam karena allah
pernah berfirman yang artinya “ ia memperbuat apa yang ia kehendaki” maka
dengan ayat ini dapat kita katakana bahwa allah tidak terikat dengan manusia
jika dikatakan allah wajib mengutus rasul bagi manusia sudah barang tentu allah
akan berdosa jika seandainya tidak mengutus rasul itu dan ini mustahil bagi
allah.
Allah memiliki kekuasaan mutlak yang ia bebas melakukan apapun yang
ia mau karena ia kuasa atas segalanya oleh karena itu walaupun allah tidak
mengutus rasul ia juga sanggup untuk mengislamkan semua ummat manusia ini, ia
tidak butuh kepada rasul untuk membrikan kebaikan kepada manusia namun
diutusnya para rasul bukan malaikat karena untuk memudahkan bagi manusia untuk
memahami risalah yang di sampaikannya karena mereka satu golongan yaitu
sama-sama dari manusia, dan juga sebagai ikutan atau teladan disetiap
kehidupannya. Allah berfirman :
3)
Al
wa’dhu Wa Al-wa’id
Janji baik dan janji buruk, bagi kaum mu’tadzilah allah wajib
memberi pahala kepada siapa yang berbuat baik dan dosa bagi orang yang berbuat
durhaka, oleh karena itu orang yang berbuat dosa tidak diampuni lagi kalau mati
dalam keadaan belum bertaubat, dan terus masuk neraka tak keluar lagi. Ini
sesuai dengan janji allah menghukum yang berdosa dan memberi pahala kepada yang
berbuat baik.
4)
Al
manzilah baina Al-Manzilatain
Ajaran dasar selanjutnya adalah satu tempat di antara dua tempat
inilah yang menyebabkan lahirnya mazhab mu’tazilah, menurut mu’tazilah orang
mukmin yang melakukan dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir ia dihukumi
fasik dan apabila ia meninggal dunia akan dimasukkan kedalam neraka yang
terletak antara surga dan neraka, nerakanya tidak panas dan tidak pula dingin
maka inilah yang di namakan menurut mereka manzilah baina manzilatain.
5)
Amar
ma’ruf nahi mungkaran
Ajaran dasar yang ke lima adalah menyuruh orang berbuat baik dan
melarang berbuat kemungkaran, kuatnya perhaitian mu’tazilah dalam menegakkan
agama merupakan yang harus dicontoh oleh umat islam karena setiap muslim wajib
baginya untuk mencegah kemungkaran apabila ia melihatnya pertama dengan
tangannya jika ia mampu, jika tidak dengan lisan, jika tidak juga sanggup maka
dengan hati. Ini menunjukkan bahwa setiap muslim terlibat dalam rangka amar
ma’ruf nahi mungkar ini, bukan saja bagi kaum mu’tazilah. Tapi ada terdapat
perbedaan amar ma’ruf nahi mungkar menurut kaum mu’tazilah, yang ma’ruf itu
hanyalah menurut pendapat mereka bukan ma’ruf yang sesuai dengan al-quran dan
hadist.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari
pembahasan tentang aliran mu’tazilah dapat disimpulkan bahwa munculnya aliran
ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain :
1)
Kesalah
pahaman antara washil bin atha’ dengan gurunya
2)
Perbedaan
pendapat dalam dengan khawarij dan murjiah dalam memberikan status kafir bagi
pelaku dosa besar.
Ajaran
dasar dalam aliran mu’tazilah
1)
At-
tauhid
2)
Al-‘Adl
3)
Al-Wa’ad
Wa Al-Wa’id
4)
Al-manzilah
Baina Manzilatain
5)
Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar
2.
Saran
Mu’tazilah merupakan salah satu aliran kalam yang banyak
diperdebatkan oleh ulama akan kebenaran teologinya dan mendapat perlawan dari
kaum muslim khususnya ulama salaf, oleh karena itu diharapkan kepada mahasiswa
dapat menyikapi aliran ini dengan propesional dengan mengkaji dan meneliti kebenaran
dan kekeliruannya sehingga tidak tersalah dalam mengambil keputusan serta
menjatuhkan vonis terhadap aliran ini, baik atau tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Siradjudin, 2010. I’tiqod
Ahlussunnah Waljamaah. Jakarta : Pustaka Tarbiyah Baru.
Razak, H.Abdul, 2012. Ilmu Klam.
Bandung : Pustaka Setia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar